Rabu, 22 Agustus 2012

Sebuah Kisah Tak Berjudul

Hujan gerimis di musim kemarau ini membuatku betah berlama-lama duduk terpaku di depan rumah, meskipun dingin yang benar-benar menusuk tulang menyergapku. Tenggorokanku seakan-akan ingin dikuras, mengeluarkan suara-suara yang mungkin mengganggu orang lain, bahkan mengganggu diriku sendiri. Tak lama, aku memutuskan untuk masuk. Tidak kuat rasanya aku menahan serbuan kantuk yang datang, tepat ketika aku berdiri beranjak dari tempat dudukku sebuah kendaraan roda dua berhenti. Misterius. Jaket  kulit hitam, sepatu boot, dan celana jeans, mungkin orang ini kelihatan keren, tapi yang ada dipikiranku sekarang adalah, "Ini pasti tamu ayah.". Tanpa pikir panjang aku kemudian masuk dan memanggil ayah dengan suara yang tersisa, sakit ini benar-benar menyiksa!
http://hasna-qonitah.blogspot.com
Terbaring di tempat tidur dengan bantal empuk kesayanganku sambil mendengarkan musik adalah hal paling baik yang pernah aku lakukan, namun semua hal tersebut diganggu oleh suara ayah yang memanggilku "Dek, itu ada temanmu..". Teman? Siapa? Aku tidak menyuruh Putri untuk ke rumah. Aku juga tidak menyuruh Tere mengantar pesanan roti, lalu? Ah, banyak tanya. Baiklah kita lihat siapa yang datang... Kaget, senang, bingung, lemas..aku bahkan tidak tau apa yang sedang aku alami kali ini. Melihat sesosok laki-laki 'ganteng'
dengan kaos putih kesayangannya. Keren. Laki-laki yang bisa melelehkan beku hatiku, mungkin itu terlalu berlebihan. "Ada apa? Tumben." tanyaku ketus, aku tidak mau memperlihatkan ekspresi kegembiraanku padanya, itu payah. Dia hanya tersenyum. Manisnya, ujarku dalam hati. "Sini, duduk di sebelahku" ajaknya lirih. Oke, laki-laki yang biasa aku sebut pacar ini memang orang yang tidak suka bicara keras dengan wanita. Aku mengangguk dan duduk. "Ini kan sedang gerimis, kenapa kamu ke sini?" tanyaku. Aku khawatir dengannya, aku takut dia sakit. "Aku ingin ketemu kamu" jawab laki-laki itu. Jantungku yang sedari tadi sudah berdegup kencang karena kedatangannya, kali ini berdegup lebih kencang lagi. "Iya, tapi kan nggak harus di rumahku" jawabku lebih ketus, aku ingin tau reaksinya bagaimana. "Salah? Jika aku ingin bertemu keluarga yang nantinya juga akan jadi keluargaku?" ujarnya. Aku tau ini tidak romantis, tapi aku tidak terima dengan apa yang barusan saja ia katakan. "Tidak ada yang menjamin." jawabku. Baik, itu adalah salah satu hal yang aku benci dari diriku, ceplas ceplos. Aku tau aku menyakiti perasaanya, tapi peryataan tadi membuatku tidak ingin bertemu dengannya, entah kenapa. "Panggilkan Ayahmu.." aku heran, tapi aku turuti kemauannya, aku berharap ia cepat pergi. Ayah datang dan laki-laki itu berbicara pelan pada beliau. Aku tidak tau, tapi aku tidak ingin tau. Dia melangkah keluar dan pergi dengan motornya.
Pagi yang indah setelah sore gerimis. Aku memutuskan untuk berangkat sekolah, aku rasa aku sudah baik. Aku senang bisa berangkat sekolah setelah 2 hari luntang-lantung tidak jelas di rumah, sendirian. Tak ada komunikasi seru tadi malam, lewat SMS, telepon, atau chatting seperti biasanya. Aku tau sekarang, aku rindu laki-laki itu. Baru saja, mobil terparkir di depan pintu gerbang sekolah, kerinduanku sudah terobati. Aku melihatnya! Rasanya aku ingin memanggil, tapi aku mengurungkan niatku ketika aku melihatnya menghampiri seorang teman, tepatnya perempuan. Mereka, tersenyum, menyapa, berbincang-bincang, akrab sekali. Aku tersenyum, tertunduk dan berjalan memunggungi mereka.
Sepi, istirahat maupun waktu pulang sekolah aku habiskan bersama teman-teman saja. Tidak ada dia, mungkin sedang sibuk. Maklum saja, laki-laki keren itu orang penting dimana-mana. Kali ini, aku putuskan untuk naik angkutan umum bersama Tere, tak perlulah rasanya minta jemput ayah. Baru saja aku pijakkan kaki di depan rumah, turun dari angkot. Telepon genggamku bergetar...
To be continue.......



NB: ini bukan kisah nyata, hanya fiktif. dan apabila terdapat kesamaan tokoh atau tempat harap maklum ^^ oya, kalo ceritanya agak lebay jelek atau membingungkan harap maklum juga ya, lagi belajar hehe ;))

Senin, 20 Agustus 2012

Pelangiku Terlalu Semu

Kawan,
Pelangiku cantik..
Seberkas kilau saat aku melihatnya
Harus aku akui ia begitu indah, sangat indah
Namun terlalu indah untukku
Mungkin tidak untuknya
Kawan,
Ingatkah kata-kataku?
pelangi itu tak bisa ku gapai
karena ia semu
terlalu sulit..
Kawan,
aku hanya pengagum pelangi itu
tak berhak sama sekali aku membawanya pulang
karena Tuhan hanya mengizinkan aku melihatnya
bersyukurlah, Tuhan masih mengizinkan aku
untuk melihat pelangi yang Dia ciptakan dengan begitu indah
Alhamdulillaaah :)